Wednesday, April 20, 2005
manisnya dunia..?
keghairahan mengejar dunia
buat manusia alpa
akan nilai insaniyah
kita lupa,
tentang kita sendiri
kita mencari, kita bangun
untuk menegakkannya,
tetapi hampa
kerana tiada yang mahu
bangun bersama, seiring,
dan apakah kita akan
terkubur,
bersama-sama dengan cinta
di dunia dan keghairahan ini,
kerana sesungguhnya dunia
bagaikan racun yang
membunuh perlahan dan diam,
maka cukupkah dengan
setitik penawar yang
kita cari, bekal untuk
menyembuhkan luka disaat
nyawa sudah di hujung
pengakhirannya?
Posted by aurisia/syahida at 9:05 AM
Sunday, April 17, 2005
peringatan buat diri...
Kubur Setiap Hari Menyeru Manusia Sebanyak Lima (5) Kali ...
1. Aku rumah yang terpencil,maka kamu akan senang dengan selalu membaca Al-Quran.
2. Aku rumah yang gelap,maka terangilah aku dengan selalu solat malam.
3. Aku rumah penuh dengan tanah dan debu,bawalah amal soleh yang menjadi hamparan.
4. Aku rumah ular berbisa,maka bawalah amalan Bismillah sebagai penawar.
5. Aku rumah pertanyaan Munkar dan Nakir,maka banyaklah bacaan
"Laa ilahaillallah, Muhammadar Rasulullah", supaya kamu dapat jawapan kepadanya.
Lima Jenis Racun dan Lima Penawarnya .....
1. Dunia itu racun,zuhud itu ubatnya.
2. Harta itu racun,zakat itu ubatnya.
3. Perkataan yang sia-sia itu racun,zikir itu ubatnya.
4. Seluruh umur itu racun,taat itu ubatnya.
5. Seluruh tahun itu racun,Ramadhan itu ubatnya.
Nabi Muhammad S.A.W bersabda: "Ada 4 di pandang sebagai ibu ", iaitu :
1. Ibu dari segala UBAT adalah SEDIKIT MAKAN.
2. Ibu dari segala ADAB adalah SEDIKIT BERBICARA.
3. Ibu dari segala IBADAT adalah TAKUT BUAT DOSA.
4. Ibu dari segala CITA CITA adalah SABAR.
Berpesan-pesanlah kepada kebenaran dan kesabaran.
Orang Yang Tidak Melakukan Solat:
Subuh : Dijauhkan cahaya muka yang bersinar
Zuhor : Tidak diberikan berkah dalam rezekinya
Asar : Dijauhkan dari kesihatan/kekuatan
Maghrib : Tidak diberi santunan oleh anak-anaknya.
Isyak : Dijauhkan kedamaian dalam tidurnya
Posted by aurisia/syahida at 3:39 AM
Friday, April 15, 2005
salam kembali....
dah lama rasanya tak mengisi sesuatu disini....bukannya lupa, tetapi kadang kala rasa untuk menyebarkab satu ilmu yang baik itu selalu tertahan dengan urusan-urusan lain yang dirasakan lebih penting.tapi saya merasakan kelainan hari demi hari, jiwa terasa kosong dan rasa malas dalam melakukan amalan yang baik semakin terasa.sedih dan marah bercampur-baur dalam masa yang sama dengan keadaan yang berlaku disini....hati dan fikiran bertanya-tanya,mengapalah manusia ini sukar benar nak menerima kenyataan. bukan kenyataan yang direka-reka tetapi sudah sedia termaktub dan pasti akan kesahihannya.juga marah dengan diri yang mudah membenarkan diri melakukan perkara lagha sejak akhir-akhir ini.tapi duduk disini,mungkin ada sesuatu yang dapat saya kongsikan bersama-sama sebagai peringatan buat diri dan saudara-saudara yang lain....
Oh, Farhana!
Kisah seorang Muslimah yang tegar memegang ajaran Islam di tengah hiruk-pikuk kebudayaan Barat
Kemegahan Masjid Nabawi telah tampak dari kejauhan. Setiap langkah yang membawaku mendekati masjid, seolah menambah kerinduan akan junjungan kita, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Itu adalah sebagian dari rahmat mengunjungi tanah suci, yaitu memperoleh kesempatan untuk merasakan kesyahduan berada di masjid warisan Nabi serta menikmati perjumpaan dengan sesama Muslimah dari seluruh penjuru bumi. Kami semua berada dalam satu kesamaan yang menggetarkan cinta dan rindu yang begitu tulus terhadap Nabi Muhammad.
Saat itu aku tengah menanti giliran berdoa di Raudhah—tempat antara kamar Nabi dengan mimbar di Masjid Nabawi. Di tempat ini, doa yang dipanjatkan insya Allah sangat makbul. Pandangan mataku tertuju pada seorang Muslimah. Belakangan aku tahu namanya Farhana, seorang gadis belia.
Sosok Farhana memang menarik perhatianku. Di tengah jamaah yang resah menunggu dibukanya pintu Raudhah, ia kelihatan tenang saja. Matanya terus mencermati kitab yang ada di depannya. Tampak sekali Farhana tengah membaca dengan khidmat dan penuh ketenangan.
Aku yang beberapa saat kemudian bisa duduk di sebelahnya, tertarik untuk ikut melongok kitab apa itu. Ternyata sebuah buku dengan tulisan huruf Arab gundul.
Apa yang tertangkap mataku membuatku semakin tertarik padanya. Ditilik dari wajahnya, tidak ada rona Timur Tengah pada dirinya. Yang terlihat dengan jelas adalah kecantikan khas wanita India atau Pakistan. Namun saat itu ia mengenakan jubah hitam. Aku juga sempat lihat, ketika belum memasuki daerah khusus wanita, ia mengenakan burdah yang rapat menutup wajah cantiknya itu.
Sekelebat ia menoleh ke arahku. Barangkali merasa dirinya diperhatikan. Aku melempar senyum.
”Assalaamualaikum. Saya tidak bermaksud apa-apa. Tetapi saya tertarik melihat Anda dan kitab yang Anda baca. Anda berasal darimana?” sapaku dalam bahasa Inggris.
Jawabannya sungguh di luar perkiraan, ”Wa’alaikum salaam. Saya berasal dari London.”
Wow, pikiranku, tebakanku, salah semua. Kitab Arab gundul, jubah dan burdah berwarna hitam, wajah India, tapi berasal dari London?
Aku semakin tertarik untuk mengenal lebih jauh sister Muslimahku yang satu ini. Kami akhirnya terlibat perbincangan hangat.
Farhana keturunan India. Konon keluarganya sudah tinggal di London sejak beberapa generasi lalu.
Ketika berusia sekitar 13 tahun, orangtuanya menyekolahkan Farhana di sebuah boarding school (sekolah berasrama) khusus Muslimah di London. Di sekolah ini, para gadis muda usia digembleng agar menjadi seorang ustadzah. Mereka diharapkan dapat menjadi hafidzah Al-Qur’an serta menguasai berbagai kitab. Sekolah ini memang menjadi tempat pengkaderan ustadzah yang kelak akan disebar ke berbagai sekolah lain. Farhana sendiri dalam usia yang masih muda telah menjadi ustadzah di Moslem School, London.
Pikiranku segera terganggu sebuah pertanyaan, bagaimana bisa dia yang seumur hidupnya tinggal di kota London, salah satu pusat kebudayaan Barat, tetap bisa kokoh memelihara aturan-aturan sebagai seorang Muslimah? Pikiran itu kolantarkan pada Farhana.
Gadis cantik itu mengaku sebagai penganut mazhab Hanafi. Mazhab ini mengajarkan bahwa wanita tidak boleh berpakaian yang menarik perhatian lawan jenis. Oleh karena itu, Muslimah hendaknya memakai pakaian yang warnanya paling aman, yaitu hitam atau gelap. Burdah selalu dipakai manakala mereka memasuki daerah yang ada nonmuhrimnya. Ini semua diperlukan agar para Muslimah bisa senantiasa kehormatannya terjaga, apalagi bagi mereka yang hidup menjadi minoritas di sebuah komunitas.
Sebuah paparan yang inspiratif bagiku. Aku kembali mencecar dengan obrolan lanjutan, “Farhana, saya tinggal di sebuah negeri dengan penduduk 90 persen beragama Islam. Namun kadang kami tetap harus memperjuangkan hak meski hanya untuk menggunakan jilbab sederhana ini.”
Aku lalu menjelaskan peraturan di zaman perkuliahan dulu, yang mengharuskan foto di kartu mahasiswi memperlihatkan rambut dan telinga. “Bagaimana pula dengan dirimu yang harus hidup sebagai minoritas di tengah pusat kebudayaan Barat yang demikian bebas? Tidakkah kau merasa terganggu?” pertanyaanku polos.
Dia menggeleng mantap. “Alhamdulillah, kami tidak pernah merasa tertekan hidup di London. Kami tinggal di sebuah kawasan Muslim yang sangat tegas menerapkan aturan-aturan Islam. Bahkan kami mempunyai beberapa sekolah, lengkap dari play group sampai tingkat pendidikan tinggi,” sambungnya.
“Farhana, aku tidak mengerti. Sedang aku yang hidup di kampung halamanku sendiri, jauh di Timur, jauh dari pusat kebudayaan Barat, merasa sangat risau dan resah dengan pengaruh Barat yang demikian membahana dalam kehidupan keseharian kami. Setiap hari aku dikejar kekhawatiran, apakah anak remajaku tidak sedang terpengaruh oleh gemerlapnya kehidupan bebas ala Barat, yang hidup untuk mengejar kenikmatan? Sementara kau dapat hidup dengan kokoh memegang ajaran Islam tepat di tengah-tengah jantung kebudayaan Barat. Oh, Farhana, aku sungguh-sungguh kagum,” seruku spontan.
Ia segera menanggapi, ”Kalau kau begitu resah dengan masa depan anakmu, sebaiknya kirimkan putra-putrimu ke boarding school kami di London. Insya Allah ia akan terpelihara dalam iman Islam yang kokoh. Dan tentunya aku bisa berkesempatan mengajar anakmu nanti,” sambungnya sambil tersenyum.
Aku menggeleng-gelengkan kepala tak habis-habisnya. Sungguh kagum aku dibuatnya. Komunitas Muslim dimana Farhana tinggal di London demikian berhati-hati menjaga aqidahnya.
Ada salah satu cara yang ditempuh mereka guna memperteguh keyakinan agamanya. Yaitu dengan tidak mau mengenal televisi. Perkembangan berita terkini cukup diikuti lewat koran atau majalah atau internet yang sumbernya tepercaya. Mereka tak mau membuang waktu dengan menonton acara televisi yang sebagian besar justru melalaikan seorang Muslim dari ibadah dan kemurnian aqidah.
Mereka tidak membuat dan memajang foto, karena takut akan terjerumus pada pemujaan dan berbangga diri atau pengkultusan terhadap tokoh-tokoh tertentu. Alasannya, Nabi Muhammad pun tak boleh dipuja-puja dan dikultuskan berlebih-lebihan, karena bagaimanapun beliau tetaplah seorang hamba Allah.
Kutatap matanya yang berbinar, sungguh cantik. Sempat terlintas dalam pikiranku, tidakkah dia pernah merasa tergoda untuk memamerkan wajah cantiknya? Tetapi jawabannya langsung kudapatkan dari kesyahduan tatap matanya saat kembali menyimak kitab di hadapannya. Wajah itu memancarkan sinar kebahagiaan dan ketenangan batin.
Oh, Farhana, kau sungguh beruntung. Tidak perlu ada keresahan sedemikian rupa seperti yang dirasakan oleh wanita lain, yang banting tulang demi mendapatkan kesempurnaan dalam penampilan fisik. Kau telah menemukan kebahagiaan yang hakiki dengan melaksanakan ajaran Islam secara kaffah. Kau tak perlukan lagi puja atau puji dari luar, karena Islam jalan selamat telah kaujalani secara total dan memberimu kebahagiaan sebagai hamba Allah yang sejati.
Sejujurnya, aku merasa sangat malu. Aku dan komunitas di negeriku serasa tak kuasa menghadapi gelombang pengaruh Barat yang menerjang pada seluruh sisi kehidupan. Banyak kaum Muslimah yang merasa malu bila tak bergaya ala Barat. Hilang sudah jubah dan dan kain panjang, berganti celana jeans dan pakaian ketat. Tak lupa pula mewarnai rambut supaya lebih menyerupai para noni Barat yang kosmopolit. Kami tenggelam dalam sudut pandang yang menekankan bahwa penampilan adalah segala-galanya. Kami tenggelam dalam pemujaan fisik sehingga rohani kami lupa untuk diisi dengan sempurna.
Ya Allah, Farhana yang lahir dan dibesarkan di kota kosmopolitan, justru tak sedikit pun terpengaruh dengan gegap gempitanya dunia Barat. Ia begitu tegar dan teguh dengan keyakinannya. Oh, Farhana.• (Amelia Naim, penulis dan trainer manajemen/Hidayatullah)
**jom kita refleks pada diri kita...selalu jika berlaku sesuatu yang tidak kita sukai di jalan ini,kita sering menyalahkan keadaan.tetapi mungkin jika kita lebih memahami dan redha dengan jalan yang sedang kita lalui ini, kita sedar bahwa setiap perkara yang kita lakukan tak sukar untuk dilaksanakan.mungkin dengan sedikit pengetahuan atau tingkah yang baik yang sering diamalkan mampu menimbulkan rasa hormat dan kagum dari mata mereka yang tidak memahaminya...usahlah merasa kecewa dengan keadaan sekeliling dan usah juga terikut-ikut kerana kebenaran ini berada di jalan yang benar..seperti Farhana,walaupun tinggal di tengah-tengah kekufuran,tetapi hatinya tidak pernah tersasar atau merasa hampa dan takut dek kerana merasa terasing atau berbeza......inni akhufulloh..
Posted by aurisia/syahida at 6:39 AM
.:about me:.
.:kebenaran hari ini bukan bererti kebenaran esok hari:.
"...Ingatlah setiap raja itu mempunyai batas sempadannya dan
batas sempadan Allah adalah perkara-perkara yang diharamkannya.
Ingatlah dalam setiap jasad itu ada seketul daging,apabila daging
itu baik maka baiklah jasad itu keseluruhannya,apabila daging itu rosak
maka rosaklah jasad itu keseluruhannya.Ingatlah daging itu ialah
hati."(Hadis riwayat Bukhari dan Muslim.)
syahida mohd sukri
20 years old
from: Kerteh,Malaysia
student at UQ,Queensland
currently doing something with Info Tech
contact me @ meteora_syahida@yahoo.com.au